SOLID GOLD BERJANGKA | Sengkarut Pasal Sekolah Minggu

broken image

SOLID GOLD BERJANGKA MAKASSAR - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren dan pendidikan keagamaan menuai pro-kontra. Sejumlah pasal disoal karena dianggap tak tepat.

Catatan pertama disampaikan Persekutuan Gereja-gejera Indonesia (PGI) yang menyoroti soal syarat pendirian pendidikan keagamaan, yaitu memasukkan syarat peserta didik paling sedikit 15 orang serta mendapat izin dari Kanwil Kementerian Agama tingkat kabupaten.

BACA JUGA :Solidgold | Waspadai Penipuan Berkedok Rekrutmen Karyawan Angkasa Pura II


"Sejatinya, Pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi merupakan bagian hakiki dari peribadahan gereja, yang tidak dapat dibatasi oleh jumlah peserta, serta mestinya tidak membutuhkan izin karena merupakan bentuk peribadahan," demikian salah satu poin dalam pernyataan resmi PGI yang dimuat di situs resmi.

Soal pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi ini diatur dalam pada pasal 69-70. Aturan ini dinilai tak sesuai dengan model pendidikan anak dan remaja gereja di Indonesia karena PGI menganggap model pendidikan Sekolah Minggu dan Katekisasi tak bisa disetarakan dengan pesantren.

Catatan juga disampaikan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang menilai RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan belum mengakomodasi semua agama di Indonesia. KWI menilai RUU ini belum merengkuh kepentingan, kekhasan, dan pendidikan keagamaan yang lain.

Komisi Hubungan Agama dan Kepercayaan KWI, Romo Heri Wibowo, menyoroti pasal 3 dan 4. Dia menilai pendidikan keagamaan yang diatur dalam pasal itu masih mengandung frasa 'eksklusif' yang berasal dari sudut pandang satu ajaran saja.

"Misal pasal 3 berkaitan dengan tujuan pendidikan pesantren dan keagamaan. Itu dikatakan membentuk individu yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, mandiri, dan, maaf kalau saya salah ngomong, taawun, tawazun, dan tawasuth," ujar dia.

"RUU ini kan mengatur pendidikan keagamaan seluruhnya sehingga dalam frasa ini menjadi 'eksklusif' dengan sudut padang satu ajaran saja. Untuk itu, secara redaksional ini pun sudah bias, tidak mengakomodasi pendidikan keagamaan seluruh Indonesia," imbuh Romo Heri.

BACA JUGA :PT Solidberjangka | Kenali Ciri – Cirinya Penipuan Investasi


Terkait catatan ini, Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) memastikan DPR tidak akan memutuskan RUU secara sepihak. Dia memastikan pihaknya akan mengundang semua sektor lembaga keagamaan untuk ikut memberikan masukan terkait RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.

"Jadi DPR adalah tempat untuk menampung seluruh aspirasi warga negaranya. Jadi kalau ada usulan rancangan undang-undang yang sekarang ini pesantren, pasti DPR akan tidak memutuskan secara sepihak," kata Bamsoet di gedung DPR, Senayan, Jakarta.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin juga mengaku menerima banyak keluhan terkait isi RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Dia mengatakan Kementerian Agama akan segera membuat draf persandingan.

"Saya menerima banyak keluhan terkait isi RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Kemenag akan segera membuat rancangan persandingannya berdasarkan pertimbangan atas masukan dari masyarakat," tegas Lukman lewat akun Twitter resminya, @lukmansaifuddin .

Sementara itu, terkait sengkarut yang terjadi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan akan mengecek RUU tersebut sebelum diserahkan ke DPR agar tak menimbulkan kontroversi di masyarakat. Dia ingin persoalan teknis di RUU itu bisa diselesaikan.

"Jangan sampai itu ada titik-titik yang nanti menjadi kontroversi," kata Jokowi usai dirinya menghadiri Rakornas TKN Jokowi-Ma'ruf Amin di Hotel Empire, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (28/10).
Pernyataan lebih tegas disampaikan Wapres Jusuf Kalla yang meminta masukan atas RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, termasuk soal pasal Sekolah Minggu harus diperhatikan. JK meminta agar UU dibuat bukan untuk mengekang ibadah.
 

"Semua agama mempunyai cara untuk pendidikan, kalau Kristen/Katolik itu Sekolah Minggu untuk anak-anak. Kita juga sama ada pengajian TPA contohnya. Kalau itu semua diatur oleh pemerintah kan susah amat itu, karena begitu banyaknya TPA, begitu banyaknya Sekolah Minggu. Kalau mau semua diatur, kan sulit. Jadi saya juga belum baca undang-undangnya (terkait) pasal itu, tapi saya membaca protesnya. Saya kira patut diperhatikan karena supaya jangan nanti Sekolah Minggu atau pengajian itu harus semua minta izin, nanti ini negara anu lagi, terkontrol lagi," kata JK kepada wartawan di kantor Wapres, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat .

JK juga merespons permintaan PP Muhammadiyah yang ingin RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan justru masuk dalam bagian revisi UU Sistem Pendidikan Nasional.

"Itu sistem pendidikan nasional kan yang formal. Pesantren ini kan, di samping formal, ada tidak formal atau seperti tadi itu, Sekolah Minggu atau pengajian. Saya belum tahu isinya, tapi ini tidak akan mengurangi kebebasan masyarakat untuk belajar agama, justru mendorong," papar JK.