SOLID GOLD BERJANGKA | MENYULAP TUMPUKAN SAMPAH KERTAS JADI KARDUS YANG BERNILAI

broken image

SOLID GOLD BERJANGKA MAKASSAR – Pemanfaatan sampah atau limbah menjadi produk yang lebih berguna tidak hanya baik bagi lingkungan, tapi juga bisa menyumbangkan profit bagi perusahaan.

Di Thailand, praktik pendaurulangan yang dilakukan oleh anak usaha Siam Cement Group (SCG) Ltd patut diteladani. Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan penyumbang sampah terbesar di dunia. Rendahnya kesadaran masyarakat, korporasi, dan koordinasi antar kepala-pemerintah mem buat tantangan itu sulit diatasi.

Pemanfaatan sampah atau limbah menjadi produk yang lebih berguna tidak hanya baik bagi lingkungan, tapi juga bisa menyumbangkan profit bagi perusahaan.

Di Thailand, praktik pendaurulangan yang dilakukan oleh anak usaha Siam Cement Group (SCG) Ltd patut diteladani. Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan penyumbang sampah terbesar di dunia. Rendahnya kesadaran masyarakat, korporasi, dan koordinasi antar kepala-pemerintah mem buat tantangan itu sulit diatasi.

Zat-zat beracun seperti mangan, sel, nikel, dan kadmium telah bercampur dengan air sehingga tak layak lagi diminum manusia dan binatang. Masalah itu perlu segera diatasi agar tidak kian memburuk. Sistem Ekonomi Melingkar (circular economy ) yang diterapkan perusahaan asal Thailand, Siam Cement Group (SCG) Ltd, patut diteladani.

Dengan sistem yang berasal dari Eropa itu, lingkungan tidak hanya bebas dari sampah, juga tetap menyumbangkan profit bagi perusahaan. Anak perusahaan SCG, Siam Kraft Industry (SKI) Co Ltd memanfaatkan limbah kertas sebagai bahan baku kertas kemasan.

Seluruh pabrik SKI di Asia Tenggara dilengkapi mesin canggih dengan kapasitas produksi mencapai 2,54 juta metrik ton per tahun. Adapun produksinya di Thailand hanya mencapai 320.000 metrik ton.

SKI menumpuk limbah kertas yang diambil dari kawasan lokal atau luar negeri di area ter buka secara rapi. Panjangnya lebih dari 70 meter, sedangkan tingginya 20 meter. Limbah kertas itu melalui proses yang cukup panjang sebelum menjadi kertas kardus. SKI menggunakan teknologi terbaru seperti mesin PM16.

Menurut insinyur SKI, mesin tersebut dapat memproduksi kertas hingga 1.000 metrik ton per hari. Kualitasnya disebut lebih baik, lebih hemat energi, dan lebih ramah lingkungan.

“Dengan teknologi itu, kami dapat menghemat biaya produksi sekitar 60%-70%. Kualitasnya juga tidak kalah dengan kertas pada umumnya. Sekitar 70% barang yang dihasilkan dijual di Thailand, sisanya diekspor ke negara lain di Asia Tenggara,” ujar Manager-Brand SKI Tanatcha Vongamornniti.

SCG juga gencar memperluas program tanggung jawab sosial (CSR) ke berbagai bidang. Perusahaan yang berdiri sejak 8 Desember 1913 itu berhasil membuat 1.500 rumah ikan dari tutup botol sejak tujuh tahun yang lalu.

Rumah ikan itu disumbangkan kepada para nelayan lokal di Rayong, Chonburi, dan Chantaburee Kaewhathai Sumrongthong yang turut terlibat dalam proyek CSR SCG mengatakan satu rumah ikan membutuhkan bahan baku plastik seberat 200 kilogram dengan total biaya pembuatan mencapai 10.000 baht (Rp4,3 juta).

Perusahaan tersebut dapat memproduksi sedikitnya 10 rumah ikan dalam jangka waktu satu bulan.

“Sumber dananya dari donasi pemerintah hingga perusahaan. Hal ini demi menjaga lingkungan. Pemerintah mendukung penuh proyek ini. Kami, yakni CSR dan Layanan Pengem bangan Produk SCG, juga berhasil menjalin kerja sama dengan para nelayan,” kata Kaewhathai.

Para perajin di Thailand juga giat mengolah limbah kertas men jadi anyaman bernilai tinggi. Mereka menyulapnya menjadi sebuah tas, keranjang, hingga hiasan menyerupai buah-buahan. Dengan banderol berkisar antara 150- 380 baht (Rp65.000-164.000), mereka dapat meraup pendapatan hingga 700.000 baht (Rp302,5 juta) per tahun.

Perusahaan besar Thailand lainnya, DOW Thailand Group, juga bekerja sama dengan SCG untuk mengolah plastik daur ulang menjadi jalan aspal.

DOW merupakan mitra Indonesia dengan proyek serupa. Mereka berhasil mengubah 3,5 ton metrik sampah menjadi jalan aspal sepanjang dua kilometer di Depok, Jabar. Ekonomi melingkar merupakan solusi baru untuk mencegah penimbunan sampah di hulu.

Selain itu, sistem itu dapat menghemat pengg unaan energi, ruang, dan sumber daya alam (SDA) yang mulai ber kurang. Perusahaan, konsumen, pembeli, pemasok, dan pemerintah perlu bahu membahu untuk mencapai misi itu.

“SDA sangat terbatas sehingga kita perlu sistem ekonomi melingkar,” ujar Presiden dan CEO SCG, Roongrote Rangsiyopah. “Ekonomi me lingkar tidakhanya menyelamatkan lingkungan, tapi juga menghemat biaya. Kami me ngurangi penggunaan material mentah sebesar 50%,” tambahnya.

Wakil Perdana Menteri (PM) Thailand Somkid Jatusripitak, juga turut mendukung ekonomi melingkar. Menurut dia, ekonomi melingkar pen ting diterapkan tidak hanya un tuk kebaikan masyarakat, per usahaan, atau Thailand, tapi juga dunia. Saat ini, negara-negara Skandinavia, Jepang, hingga China menerapkannya.