PT SOLID GOLD BERJANGKA |

Demi Waktu, Selamat Tahun Baru Hijriyah

broken image

PT SOLID GOLD BERJANGKA - Waktu adalah anugerah terbesar dari Allah yang paling nyata. Ia abadi, namun fana bagi makhluk. Ketika waktu datang, seketika itu pula waktu pergi. Ia hadiah paling indah dari Allah namun tidak ada manusia yang mampu memegangnya. Sedetik kemudian, ia berlalu dan menjadi tadi. Berlalu cepat, bahkan lebih cepat dari cepat. Sedetik sebelumnya, ia masih nanti dan belum tentu kita masih ada umur untuk mendapatkannya. Ya, umur. Rentang waktu bagi manusia disebut umur. Dimulai sejak lahir, diakhiri pada saat waktu habis bagi kita. Ya, ajal. Batas waktu bagi usia di dunia adalah ajal.

Waktu sudah lebih dulu ada sebelum kita. Dan, waktu masih tetap ada sesudah kita. Bahkan, bentang waktu di akhirat disebut abadan-abada, abadi selama-lamanya. Entah bagaimana makna selama-lamanya itu, apalagi rasanya. Tak terbayangkan. Tak usahlah dibayangkan. Sebab, membayangkan yang sebaliknya pun; yaitu seandainya waktu berhenti, dan oleh karena itu segala sesuatu sirna --kecuali Sang Maha Pencipta Waktu-- kita tidak akan pernah sanggup mengandaikan bagaimana rasanya sirna. Dari semula ada, atau anggaplah merasa ada, lalu meniada. Dari ada, menjadi tiada.

Allah Yang Maha Awal, tentu saja, lebih awal dari segala yang awal, bahkan yang paling awal, apalagi "hanya" terhadap waktu. Juga Allah Yang Maha Akhir lebih akhir dari segala akhir, bahkan yang paling akhir, apalagi "hanya" terhadap waktu. Dan, Allah tiada berawal, pun tiada berakhir. Huwal Awwalu, Huwal Akhiru. Dialah yang Maha Awal, yang menciptakan awal, dan Dialah Yang Maha Akhir, yang menciptakan akhir. Segala sesuatu binasa kecuali Wajah-Nya. Sebagaimana pelajaran Abah Suradira yang saya tulis dalam novel Layla: sebelum ada apa-apa, sebelum apa-apa ada, sebelum ada itu ada, ada Allah.

Hari-hari ini, kita memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1439 Hijriyah. Saya tak hendak memaparkan riwayat almanak ini. Pun tidak sedang mengajak Anda untuk memaknai hijrah. Lebih dari itu, tulisan ini saya maksudkan untuk menandai waktu: syukur alhamdulillah kita masih berjumpa dengan waktu. Kita masih ada umur. Pada setiap peringatan ulang tahun, atau boleh saja menyebutnya perayaan, marilah kita sadari bersama betapa sesungguhnya ulang tahun itu tidak setiap tahun. Tidak setiap tahun? Ya. Sebab, belum tentu kita akan memperingati, atau merayakan, ulang tahun pada tahun depan. Begitu, bukan?

Kenyataan waktu yang paling nyata bagi kita ialah waktu yang sekarang. Ya, sekarang. Bukan nanti-nanti. Ada satu idiom yang termasyhur yaitu, "Yesterday is history, tomorrow is mystery, today is a gift. That's why we call it present." Oleh karena waktu yang sekarang adalah kado, yang tiada jaminan kita akan memperoleh lagi kado itu pada masa mendatang, maka terimalah kado itu sebagai sebaik-baik pemberian Tuhan. Dan, tentu saja, terimalah dengan sebaik-baiknya --lalu berterimakasihlah. Cara kita berterima kasih menunjukkan cara kita menerima kasih. Syukuri, syukuri, syukuri.
Karena waktu yang sekarang adalah kesempatan sekali seumur hidup, maka alangkah baiknya kita melakukan yang terbaik pula sekarang juga. Do the best once in a life time. Jika ndilalah kersane Allah kita masih menerima sekarang, sekarang, dan sekarang yang berikutnya, bisa dibayangkan alangkah baiknya jika kita terus melakukan yang terbaik, yang terbaik, yang terbaik, dan seterusnya. Saya sesungguhnya menulis ini untuk saya baca sendiri. Berulang-ulang. Demi mengingatkan diri sendiri sewaktu-waktu, setiap waktu, sepanjang waktu. Mumpung masih ada waktu.
Pasangan waktu itu napas. Oleh karena itulah, Allah berfirman dalam Q.S. Al Ankabut: 57, "Setiap yang bernapas akan mengalami kematian. Dan hanya kepada Kami-lah kau dikembalikan." Selama masih ada waktu, selama itu pulalah kita niscaya masih bernapas. Masih berjiwa. Batas waktu bagi usia di dunia disebut maut, atau kematian, atau yang di atas tadi saya sebutkan sebagai ajal. Allah-lah yang menciptakan waktu bagi kehidupan dan kematian. Di dunia, waktu yang sampai kepada kita disebut umur. Di akhirat, waktu yang sampai kepada kita disebut, ah entahlah, entah disebut apa.
Jika sehari di sisiNya adalah seperti seribu tahun dalam perhitungan manusia, sebagaimana disuratkan dalam Q.S. Al Hajj: 47, entahlah bagaimana rasanya itu. Tak terbayangkan. Memahami ini saja, rasanya tak pernah cukup waktu bagi kita. Sebanyak-banyak yang kita miliki masih lebih banyak yang tidak kita miliki. Pun demikian amal ibadah dan pahala yang kita rasa telah kita lakukan dan kita miliki masih kurang banyak untuk dijadikan bekal menghadap ke Hadirat Allah. Tak pernah cukup. Masih lebih banyak salah dan dosa kita. Tanpa ampunan dari Yang Maha Pengampun, duh, entahlah.
Momentum tahun baru; baik itu Tahun Baru Hijriyah maupun Tahun Baru Masehi, sebaiknya kita maknai sebagai semakin berkurangnya waktu bagi kita di dunia. Umur tidak bertambah meski jumlah lilin di kue ulang tahun semakin banyak. Umur sejatinya terus berkurang. Kehidupan di dunia ini fana, fatamorgana belaka. Yang sesungguhnya adalah kehidupan kelak di akhirat. Sayangnya, kita tidak atau belum benar-benar mempersiapkan diri untuk kehidupan yang hakiki itu. Padahal, di antara segala ketidakpastian kehidupan, satu-satunya kepastian adalah kematian. Dan, kematian makin hari makin dekat.
Saat seluruhnya menjauh dari kita, hanya kematianlah yang mendekat. Ironisnya, kita tidak tahu kapan kita akan mati. Kita tidak tahu seberapa lama lagi waktu yang tersisa di dunia ini. Apakah kematian akan datang ketika kita siap? Apakah kita bisa betul-betul siap didatangi oleh kematian? Suka atau tidak suka, percaya atau tidak percaya, sukarela atau terpaksa, siap atau tidak siap, setiap kita akan wafat. Siapa tahu ini Muharram kita yang terakhir. Tak ada yang tahu. Ya, tentu saja kita berdoa semoga dianugerahi umur panjang yang berkah dan manfaat. Namun, itu pun tak berarti kita terlepas dari kematian.
Bukan berarti pula kita harus ketakutan; takut sedemikian akutnya pada kematian. Akan lebih baik jika kita takut tidak dapat menggunakan waktu sebaik-baiknya pada usia kita yang telah berlalu dan sekarang. Merugilah manusia yang tidak memakai waktunya untuk kebaikan. Na'udzu billahi tsumma na'udzu billahi min dzalik. Dalam Q.S. Al Ashr: 1-3, Allah bersumpah: demi waktu! "Demi masa --demi waktu yang telah senja. Sesungguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan mengingatkan kepada kebenaran, dan mengingatkan kepada kesabaran."

Semoga waktu kita cukup. Setidaknya, cukup untuk menyadari betapa waktu kita tidak cukup. Tidak akan pernah cukup. Kemudian, dengan segala daya upaya, kita terus-menerus berusaha dan berdoa, mengharap Ridha-Nya dengan berprinsip, "Cukup bagiku Allah sebagai Pemimpin dan Penolong. Hasbunallah wa ni'mal wakiil. Ni'mal maula wa ni'man nashiir." Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1439 H. Di mana pun dan bagaimana pun Anda merayakannya. Semoga masih ada waktu, bahkan semoga selalu ada waktu, untuk bahagia dan membahagiakan orang-orang tercinta --dan sesama manusia.

 

Baca Juga Artikel Keren & Terupdate Kami Lainnya Di :

 

blogspot.com wordpress.com weebly.com blogdetik.com strikingly.com
wixsie.com jigsy.com spruz.com bravesite.com